Rembang, nurfmrembang.com – Pihak PT Semen Indonesia bersikeras merealisasikan pembangunan pabrik semen di Rembang meskipunn terus mendapatkan penolakan warga. Sosialisasi dan berbagai kegiatan hingga pendekatan terhadap tokoh agama di Rembang pun dilakukan.
Pimpinan Proyek Pabrik Semen Rembang, Heru Indra Wijayanto mengatakan masyarakat di dekat lokasi pembangunan pabrik semen itu memang sangat religius sehingga pendekatan kepada tokoh agama diperlukan.
“Masyarakat di sini memang religius. Di Rembang ini patuh pada para ulama,” kata Heru di kantor proyek pembangunan pabrik semen Rembang, Sabtu (29/11/2014).
Dua tokoh agama yang sudah dilakukan pendekatan oleh PT Semen Indonesia di Rembang adalah Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Maimun Zubair atau akrab disapa Mbah Moen dan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Mustofa Bisri (Gus Mus).
Menurut Heru, Rembang memang istimewa dengan dua tokoh dari NU tersebut. Maka pendekatan dilakukan untuk memberikan pengertian kepada masyarakat di dekat proyek pembangunan pabrik semen. Bahkan Heru menegaskan Mbah Moen setuju dengan berdirinya pabrik dengan menentukan waktu ground breaking bulan Juni lalu.
“Mbah Moen bahkan yang menentukan tanggal hari baik ground breaking,” tegasnya.
Sosok Mbah Moen, lanjut Heru, merupakan tokoh yang berjasa karena ikut memperjuangkan agar PT Semen Gresik tidak dijual kepada pihak asing saat masa pemerintahan Presiden Megawati. Hingga akhirnya BUMN tersebut sudah bisa membeli perusahaan semen di Vietnam yaitu Thang Long.
“Beliau sangat konsen dengan ide Semen Gresik. Beliau ini yang menolak keras PT Semen ini dijual ke pihak asing saat jaman bu Mega,” ujarnya.
Heru menambahkan, penolakan-penolakan terhadap pembangunan pabrik semen di Rembang dengan isu kerusakan lingkungan memang masih terjadi namun hanya sebagian orang yang militan. Dari lima desa, setidaknya dua desa masih menolak pabrik dengan dana Rp 4,3 triliun.
“Dua desa Tegal Dowo dan Timbrangan memang ada rekan-rekan yang menolak, jumlahnya tidak banyak. Tegal Dowo dari 1.525 KK (Kepala keluarga), 140 KK yang menolak. Di Timbrangan 45 KK dari 155 KK menolak. Tapi mereka militan,” terang Heru. (KIM)